Cerita Panas - Universitas swasta ternama sedang dalam masa liburan akhir semester genap. Kebanyakan mahasiswa yang ngekost di daerah sekitar kampus kembali ke daerah asalnya. Saat itu adalah jam enam lebih di kolam renang milik kampus terletak di seberang gedung itu. Semakin waktu berjalan semakin sedikit orang yang berenang di sana hingga akhirnya hanya tersisa dua orang gadis yang adalah mahasiswi universitas itu. Mereka pun sepertinya sudah hendak pulang juga karena disana sudah tidak ada siapapun lagi selain mereka.
“Jo, kita udahan aja yuk, tinggal duaan nih !” kata gadis yang berambut panjang dikuncir ekor kuda itu pada temannya yang sedang duduk di tepi kolam sambil menepuk-nepuk kakinya ke air. Dia juga lalu naik ke atas dan duduk di sebelah temannya itu.
“Iya bentar yah Vi, gua bales ini dulu” balas temannya.
“Serem juga yah udah gelap gini di sini” kata Devi sambil melihat sekeliling yang telah sepi, melalui kubah kaca di atas terlihat langit sudah gelap dan lampu-lampu dipinggiran kolam mulai dinyalakan.
“Eh tunggu bentar dong !” Joane memegangi lengan temannya itu ketika hendak berdiri dan membereskan barangnya.
“Aaahh…tenang aja gua baru mau beresin barang dulu kok, lu selesaiin aja SMSnya sana !” kata Devi.
“Iya, iya gua udah beres kok Vi, gua cuma mau ngajak lu main game dikit kok” kata Joane lagi, “gini nih Vi, mumpung sekarang udah sepi gimana kalau kita adu nyali berenang ke seberang sana terus balik sini lagi, tapi ga pake apa-apa” senyum nakal mengembang di wajah cantiknya.
“Ai gila lu Jo, emang ini vila si Cindy apa ? kalau ada yang ngeliatin gimana” Devi agak kaget dengan tantangan temannya itu.
“Tenang gua jagain, pintu masuk orang luar kan cuma dari sana, ntar kalo ada yang masuk gua alihin dulu perhatiannya biar lu sempat make baju renanglu dulu”
“Ngga ah-ngga ah…kalau ada yang liat mau taro dimana nih muka !” kata Devi malu-malu.
“Yah lu, kok jadi kaya anak mami gitu, ga seru ah !” ujar Joane menyikut lengan Devi “Gini aja, kan gua yang kasih tantangan, jadi gua mulai dulu yah, ntar kalau lu ngga mau berarti lu penakut gimana ?” tantangnya.
Akhirnya Joane dengan cuek menurunkan baju renang one piecenya mulai dari bahu dipelorotinya hingga bugil.
“Jo…edan lu yah, nekad amat” kata Devi dengan wajah cemas dan celingak-celinguk memastikan tidak ada siapa-siapa.
“Nih, titip dulu yah !” Joane menyerahkan baju renangnya pada Devi.
‘Byur !’ Joane langsung menceburkan diri ke air setelah menitipkan pakaian renangnya. Suara kecipak air terdengar jelas sekali di ruang yang sudah sepi itu. Dia berenang dengan gaya bebas ke seberang sana dan kembali dengan gaya punggung, di tengah dia berganti menjadi gaya dada hingga akhirnya tiba ke tempat semula. Joane mengusap rambut basahnya ke belakang lalu naik ke tepi kolam. Penampilannya saat itu dengan tubuh mulus yang basah itu sungguh menggiurkan, setiap pria normal yang melihatnya akan menelan ludah dan ereksi.
“Oke deh, your turn now !” ujarnya santai seraya mengambil baju renangnya dan memakainya lagi “ayo dong Vi, lu kan dah sering pose seksi di depan kamera, masa yang ginian sebentar aja takut sih ?”
Merasa tertantang dan gengsi, Devi pun melepaskan pakaian renang backless yang memamerkan punggungnya itu hingga tubuhnya polos. Tubuh dengan tinggi/berat 165cm/46kg itu tidak kalah menawan dari Joane walaupun payudaranya lebih kecil sedikit (34A), perutnya yang rata dan pantat yang sekal memperindah bentuk tubuhnya yang pernah menghiasi halaman sebuah majalah pria dewasa dalam balutan lingerie seksi. Selain sebagai foto model, Devi juga pernah membintangi beberapa iklan produk kosmetik dan minuman ringan serta mendapat peran kecil dalam sebuah sinetron. Dengan usia yang masih muda (20 tahun) dan modal fisiknya, prospek untuk menapak jenjang karir yang lebih tinggi terbentang luas di depannya, namun karena masih kuliah semester tiga di fakultas ilmu administrasi dia masih harus membagi waktu dengan kegiatan kuliahnya yang sedang dalam masa-masa sibuk sehingga belum bisa berkonsentrasi penuh dalam modeling dan acting. Meskipun namanya masih belum apa-apa dibandingkan model Catherine Wilson dan Davina Veronica, Devi menjadi salah satu selebritis di kampus, banyak mahasiswa dan dosen yang mengenal wajahnya melalui pose-posenya dan iklan yang pernah dibintanginya. Pria yang mencoba merebut hatinya pun tidak sedikit, tapi Devi terlalu pemilih dan agak materialistis, beberapa kali dia berpacaran dengan mahasiswa kaya tapi tidak ada yang bertahan lama, hingga kini dia belum menemukan pria yang cocok lagi.
“Jagain yang bener yah Jo, kalau ada orang masuk kasih tanda lho !” Devi sepertinya masih agak canggung bugil di tempat umum seperti ini.
“Iyah…tenang aja makannya lu cepetan nyebur supaya cepet beresnya dah gitu kita cabut” jawab Joane.
Devi melompat ke dalam air dan buru-buru memacu tubuhnya berenang ke seberang dengan gaya bebas. Begitu sampai dia melihat ke seberang dan sekeliling memastikan situasi masih aman.
“Ayo Vi, jia you…tinggal balik sini !” terdengar Joane berseru dari seberang sana memberinya semangat.
Rasa deg-degan Devi mulai berkurang karena yakin sebentar lagi akan selesai, dia menolakkan kakinya ke tembok kolam dan kembali memakai gaya bebas meluncur ke seberang. Akhirnya sampai juga dia ke garis finish yang ditentukan, namun betapa terkejutnya dia ketika timbul yang ditemukannya di pinggir kolam bukan lagi temannya, Joane melainkan dua orang pria dengan tampang mesum menyeringai melihat tubuh polosnya di air. Kontan Devi pun menjerit sambil menutupi dadanya, dalam kepanikannya dia memanggil-manggil nama Joane dan menyuruh pergi kedua pria itu yang justru semakin tertawa-tawa melihat tingkahnya.
“Udahlah Non mau teriak sampe serak juga ga ada siapa-siapa yang denger lagi disini” kata satu dari mereka yang tak lain adalah Imron, si penjaga kampus bejat.
“Tul itu, lagian pintu juga udah dikunci kok !” timpal pria satunya yang berkepala botak dan bertubuh kurus tinggi itu, usianya sekitar 40-an, wajahnya jauh dari tampan, di pipi kirinya ada tompel sebesar biji lengkeng dengan hidung pesek dan kumis jarang. Orang ini bernama Abdul, salah satu penjaga kolam renang kampus.
“Non nyari ini kan ?” Imron menunjukkan pakaian renang yang dipegangnya “tadi temen Non udah pulang dulu, katanya ada perlu jadi dia nitipin ini ke kita”
“Heh Non, tau gak sih disini tuh dilarang berenang bugil kaya gini, ini kampus loh lingkungan pendidikan, gak boleh sembarangan gitu Non !” kata Abdul dengan memasang tampang galak.
“Apalagi saya denger Non ini juga model kan, calon selebritis, kok ngasih contoh kaya gini sih” Imron geleng-geleng kepala sok menasehati “sepertinya beberapa hari lagi bakal ada berita di infotainment, model Devi Oktaviana ketangkep basah berenang bugil di kampusnya hehehe !” keduanya terkekeh-kekeh.
“Sialan lu Jo !” omelnya dalam hati, tubuhnya mulai gemetar karena takut dan kedinginan, walaupun telah ditutupi tangan dan merendam tubuh hingga sebatas leher tetap saja tubuh mulusnya terlihat oleh mereka.
“Maaf Pak, tadi kita cuma main-main aja kok, tolong dong Pak baju renang saya kembaliin, kita bisa bicarakan baik-baik kan ?” Devi mencoba bernegosiasi.
Mereka saling pandang dan tersenyum, senyum yang jahat, Devi pun merasakan hal itu karena sejak tadi mereka terus menatap tubuh telanjangnya dengan pandangan mesum.
“Ohh…tentu, tentu bisa kita selesaikan ini baik-baik” jawab Imron, “ayo Non naik sini dulu biar kita bicara gak jauh-jauhan gitu, yuk sini !” dia mengulurkan tangan meminta gadis itu naik ke darat.
Di darat sebisa mungkin Devi menutupi tubuh telanjangnya, dengan lengan kanan dia menutupi payudaranya dan telapak tangan kiri menutupi kemaluannya, namun itu semua tidak cukup menutupi tubuhnya, kemolekan tubuhnya tetap terlihat oleh kedua orang yang telah mengerubunginya itu. Devi merasa bulu kuduknya merinding semua karena tatapan mereka, namun di sisi lain dia juga merasa ada kegairahan aneh seperti ketika sesi pemotretan dimana dia merasa tersanjung karena sanggup membuat pria-pria yang memotret dirinya menelan ludah melihat tubuhnya yang dibalut pakaian seksi, tapi kali ini lain, kali ini dia harus bugil di depan dua pria bertampang sangar.
“Udah ga usah ditutup-tutupin gitu, tetap aja keliatan kok sama kita !” Imron menarik lengan kanan Devi sehingga payudaranya yang berputing coklat muda itu terekspos jelas.
“Eehh…jangan kurang ajar yah !” pekiknya seraya menarik lagi lengannya.
Namun dengan cekatan Abdul meraih lengannya disusul lengan satunya yang menutupi kemaluan lalu ditelikung ke belakang sehingga kedua lengan gadis itu terkunci.
“Aduh…sakit, lepasin…lepasin saya !” jeritnya, semakin meronta dia semakin merasa lengannya makin tertekuk dan sakit sehingga sebentar saja dia memilih mengendurkan perlawanannya.
“Hehehe…kurang ajar gimana Non, gini baru kurang ajar nih !” Imron meraih dan meremasi payudara kanan gadis itu.
“Atau gini nih hehe !” sahut Abdul dari belakang sambil menepuk dan meremas pantatnya yang bulat indah.
“Kita cuma minta kerjasama Non buat nutup mulut…Non mending nurut aja daripada kita laporin ke rektorat” ujar Imron sambil mengelus pipi Devi.
Devi terdiam dengan ekspresi bingung, sejujurnya dia merasa enggan harus melayani kedua pria menjijikkan ini, namun bagaimana kalau sampai rahasia ini terbongkar, bukan saja malu yang didapatnya, tapi masa depan karirnya pun pasti suram. Dia pun berpikir daripada mendapat kesulitan seperti itu lebih baik pasrah saja dan menuruti kemauan mereka, toh dirinya juga sudah tidak perawan lagi, pria yang pernah menikmati tubuhnya pun hingga kini sudah tiga orang yaitu bekas pacar-pacarnya, jadi apa salahnya bersama mereka yang beda hanya perbedaan status, penampilan fisik dan rasnya. Sebelumnya dia memang pernah mendengar dari Joane bahwa temannya itu pernah merasakan ML dengan si penjaga kampus di hadapannya ini, Joane menceritakan padanya bagaimana dia menggoda pria itu di kelas hingga akhirnya terlibat persetubuhan (baca eps. 7) namun Joane tidak menceritakan lebih lanjut bahwa dia telah menjadi budak seks pria itu. Ketika itu Devi merasa risih sekaligus agak terangsang membayangkan digerayangi dan disetubuhi orang seperti itu, namun untuk mencobanya terus terang dia tidak seberani temannya itu. Tidak pernah terbayangkan hari ini dia harus mengalami seperti yang diceritakan Joane dulu.
“Iya, iya saya menyerah, tapi tangannya lepasin dong Pak, sakit nih, aduh !” pintanya dengan meringis kesakitan.
Imron menggerakkan kepala menyuruh Abdul melepaskan Devi. Kedua pria itu lalu memeluk tubuh Devi yang sudah pasrah. Abdul mendekapnya dari belakang sambil meremasi payudaranya dan menciumi lehernya. Dari depan Imron meremas payudara satunya sambil melumat bibir gadis itu, dijilatinya bibir tipis gadis itu memaksanya membalas ciumannya. Sentuhan-sentuhan pada bagian sensitif tubuhnya menyebabkan gairah dalam dirinya bangkit dengan cepatnya sehingga mulutnya mulai membuka menyambut ciuman Imron, lidah mereka bertemu dan saling membelit. Sebenarnya Devi merasa tak nyaman dengan nafas Imron yang tidak sedap, namun perasaan itu makin berkurang seiring birahinya yang makin naik.
“Eenggghh !” desahnya tertahan ketika dirasa jari-jari mengelusi bibir vaginanya.
Dia merapatkan paha menahan rasa geli, namun pemilik tangan itu, si Abdul malah semakin gemas dibuatnya, dia makin gencar menggerakkan tangannya diantara jepitan kedua paha mulus itu sambil menggesek-gesekkan penisnya dari balik celana pada pantat Devi. Jarinya kini mulai membelah bibir vaginanya dan menggosok-gosok dinding bagian dalamnya. Devi juga merasakan kedua putingnya makin mengeras karena dimain-mainkan sejak tadi. Darahnya berdesir dan nafasnya makin memburu sehingga percumbuannya dengan Imron semakin panas saja, suara decak ludah mereka terdengar disertai desahan tertahan gadis itu.
Devi semakin terbawa arus, kedua lengannya memeluk tubuh Imron seakan memintanya melakukan lebih dan lebih. Himpitan kedua pria ini memberi kehangatan bagi tubuhnya yang tadi sempat kedinginan. Tangan Imron merambat ke bawah ke vaginanya dimana tangan Abdul juga sedang bercokol. Vagina Devi kini diobok-obok dua tangan kasar, jari-jari mereka dengan liar mengelus atau keluar masuk liang vaginanya. Daerah itu makin becek dibuatnya. Imron tidak menyangka dapat menaklukkan gadis model ini demikian mudah, bahkan lebih mudah daripada korban-korbannya yang cewek bispak seperti Joane dan Fanny. Jawabannya adalah karena dari dalam hati kecilnya memang Devi menginginkan diperlakukan seperti ini, waktu dulu Joane bercerita pernah ML dengan Imron pun dia terangsang sehingga vaginanya becek. Namun demikian, statusnya sebagai calon public figure menyebabkannya harus menjaga image dan tidak bisa sebebas Joane yang memang dikenal sebagai mahasiswi bispak. Kini, walaupun awalnya dia terpaksa tapi keinginan terpendamnya itu terpenuhi dan gairahnya pun menyala-nyala. Kini pertama kalinya dia melakukan threesome juga pertama kalinya melakukan dengan orang-orang kasar kelas bawah seperti mereka, seolah-olah ada sensasi berbeda dari yang pernah dia rasakan bersama mantan pacar-pacarnya dulu. Ledakan dari keinginan terpendamnya itu membawanya pada penyerahan diri total tanpa memikirkan lagi status yang disandangnya, tidak ada lagi perbedaan antara kelas atas maupun bawah, top model maupun orang-orang pekerja kasar, cantik dan jelek, yang ada hanyalah dua jenis manusia yang terlibat dalam aktivitas seks.
Puas dengan Frech kiss, ciuman Imron mulai merambat turun, lehernya dia cium dan jilati dengan gerakan menurun hingga ke payudaranya. Imron membungkuk sedikit agar bisa melumat payudara gadis itu. Mulutnya menyedot dengan keras payudara itu, putingnya digigit-gigit serta dimain-mainkan dengan lidahnya.
“Aahhh…aahh…!” desah Devi dengan tubuh menggelinjang.
“Wow, ini memek cepet banget beceknya, udah keenakan yah Non ?” sahut Abdul.
“Berlutut Non !” perintah Imron padanya.
Devi berlutut di depan mereka tanpa banyak cingcong seolah pasrah mau diapakan saja oleh mereka. Imron di sebelah kanannya sedangkan Abdul di sebelah kiri, mereka mulai membuka celana masing-masing. Sebentar saja kedua penis mereka telah mengacung terarah ke wajahnya. Mata Devi terbelakak menyaksikan batang penis yang begitu besar, hitam dan berurat, milik kedua mantan pacaranya dulu tidak ada apa-apanya di banding dua ini, apalagi milik Imron yang perkasa itu. Dengan tangan bergetar tangan kanannya meraih penis Imron dan tangan kirinya penis Abdul.
“Ayo Non, disepong yang enak, saya mau ngerasain servisnya foto model nih hehehe !” kata Abdul sudah tak sabar.
Entah setan apa yang sedang merasuki Devi sehingga dia begitu pasrahnya menuruti mereka. Selama ini dia merasa semua orang menyanjungnya dan menganggapnya gadis yang sulit disentuh karena statusnya sebagai calon bintang, namun baru kali ini dia merasakan diperbudak dan direndahkan sehingga seperti ada sensasi yang lain dari biasanya yang secara tak sadar mulai dinikmatinya.
Mula-mula dia mulai dengan menyapukan lidahnya pada permukaan batang penis Abdul hingga ke kepala penisnya, lalu berpindah ke Imron dengan teknik yang sama. Kedua pria itu mendesah karena nikmatnya. Dia mengoral dan mengocok penis itu secara bergantian, sementara penis yang satu dioral, yang lain dikocok demikian bergantian.
“Eeenngghh…sebentar Non terusin dulu yang saya !” sahut Imron sambil menahan kepala Devi ketika hendak pindah mengulum penis Abdul.
Imron masih merasa keenakan dengan kuluman dan jilatan gadis itu sehingga ingin merasakannya lebih lama. Abdul nampaknya mengalah saja karena dia hanya ikutan kalau bukan tanpa Imron belum tentu dia mendapat kesempatan ini. Devi mengulum penis itu dalam mulutnya, lidahnya bergerak liar menyapu batang dan kepala penisnya yang mirip jamur, dia mulai terbiasa dengan penis Imron yang agak bau itu.
“Uuhh…enak…asyik Non terus !” desah Imron sambil menggoyang pinggulnya seolah sedang menyetubuhi mulutnya.
Sepuluh menit kemudian ketika spermanya mau muncrat barulah Imron melepaskan penisnya karena tidak ingin buru-buru orgasme. Ini bukan berarti tugas Devi selesai, penis Abdul sudah menunggu pelayanannya. Abdul yang dari tadi penisnya cuma merasakan pijatan dan kocokan tangan gadis itu langsung menjejali mulut Devi dengan penisnya.
Beberapa detik pertama Devi membenamkan penis itu dalam mulutnya, di dalamnya lidahnya bergerak mengitari penis itu dan ujungnya, diameter penis Abdul tidak sebesar Imron jadi kali ini tugasnya agak ringan. Abdul sendiri mengerang-ngerang merasakan sensasi pada penisnya. Kepala Devi kini mulai maju-mundur sambil menyedoti penis itu, terasa asin dan aromanya tidak sedap, tapi Devi sudah tidak peduli lagi. Ketika sedang larut melayani penis Abdul, dia merasakan ada sepasang tangan mendekapnya dari belakang. Sebuah telapak tangannya meraih payudara kirinya, dan telapak tangan lain menggerayangi kemaluannya.
“Eemmm…mmm…!” demikian suara yang keluar dari mulut Devi yang sedang mengulum penis Abdul.
Dia nampak menikmati sekali mengoral penis si penjaga kolam itu sambil tubuhnya digerayangi serta dijilati si penjaga kampus. Devi merasa vaginanya makin berair karena terus dikorek-korek Imron sehingga otomatis dia semakin bergairah mengulum penis Abdul. Abdul sendiri juga sangat menikmati penisnya dikulum gadis secantik ini.
“Enak yah Non, tuh buktinya basah gini, ngedesah terus lagi” ujar Imron dekat telinga Devi.
“Iya nih Ron, kayanya si Non ini udah keenakan, sepongannya nih asoy banget, sepongan foto model hehehe !” kata Abdul disambul tawa mereka terkekeh-kekeh.
Sakit sekali hati Devi mendengar komentar tak senonoh terhadap dirinya itu, tapi dia tidak bisa menyangkal bahwa dirinya juga terangsang oleh perlakuan mereka. Jari-jari Imron bergerak nakal mempermainkan payudara Devi berpindah-pindah antara kiri dan kanan menyebabkan kedua putingnya mengeras.
“Kocok terus memeknya Ron, tuh dia udah mau keluar keliatannya !” ujar Abdul yang melihat Devi semakin mendesah dan menggeliat.
Devi semakin dekat ke puncak, wajahnya merah padam. Jari-jari Imron yang menggesek dinding vagina dan memainkan klitorisnya membuatnya tidak tahan dan akhirnya menyerah. Dia mengejang dahsyat dan hendak mendesah panjang, namun kepalanya ditahan oleh Abdul yang terus saja menyodok-nyodokkan penisnya ke mulutnya. Mereka bahkan menyeringai senang melihat Devi bereaksi yang justru menambah nafsu mereka. Cairan orgasme Devi mengalir di daerah selangkangannya membasahi jari-jari Imron. Baru setelah tubuh Devi melemas kedua pria bejat itu melepaskannya sementara. Dia hanya bisa berlutut di lantai sambil terbatuk-batuk dan mengambil nafas dengan terengah-engah, kakinya terasa lemas setelah terpaan gelombang orgasme sehingga belum sanggup untuk berdiri.
“Liat nih Dul, pejunya banyak gini, peju foto model nih !” sahut Imron menunjukkan jarinya yang belepotan cairan orgasme gadis itu pada temannya.
“Huehehe…pasti enak tuh, ntar juga gua mau nyoba ah !” kata Abdul “Sip kan Non ? gimana rasanya kontol-kontol wong cilik kaya kita hehehe !” ejek Abdul.
“Biar kita wong cilik, tapi kan kontol kita gede dan bisa muasin Non” Imron menimpali dan mereka berdua kembali tertawa-tawa.
Kemudian Imron mendekati Devi dan meraih lengannya hendak mengangkatnya berdiri.
“Ntar Pak, saya istirahat dulu !” gadis itu menggeleng dengan wajah memelas.
“Alla…baru pemanasan aja masak lemes, ya udah kalau gitu kita masuk air aja biar seger !” Imron menggiring tubuh telanjang Devi ke kolam tanpa mempedulikan protesnya.
“Aduh…sabar dong, jangan…aaww !” Devi menjerit ketika punggungnya didorong pria itu hingga tercebur ke air, “Jbuurr !”
Kedua pria bejat itu menyusul masuk ke air setelah membuka pakaian atas mereka hingga telanjang bulat. Mereka berada di daerah kedalaman 1,2 meter yang merendam sebatas dada. Kedua pria bertampang sangar itu kembali mengerubuti tubuh gadis cantik itu dan tangan-tangan mereka bergerilya menjamahi tubuh mulusnya. Devi hanya meronta pelan dan mendesah merespon sentuhan-sentuhan erotis di sekujur tubuhnya.
Abdul langsung mengambil posisi di depan Devi, kedua kaki gadis itu dia naikkan ke bahunya dan wajahnya mendekati vaginanya. Tubuh Devi kini setengah mengambang di permukaan air dengan didekap Imron dari belakang dan kedua kakinya dipegangi Abdul.
“Aaahh !” desah Devi sambil menggeliatkan tubuh begitu lidah Abdul menyapu bibir kemaluannya.
Lidah Abdul yang bergerak liar pada vaginanya membuat gadis itu tak sanggup menahan desahannya, belum lagi serangan dari Imron berupa jilatan dan cupangan pada leher jenjangnya. Rambutnya yang terikat ke belakang memudahkan Imron untuk mengerjai bagian leher, tenguk dan telinga. Abdul makin membenamkan wajahnya pada kemaluan Devi yang bulunya dicukur rapi sehingga berbentuk memanjang dengan lebar sekitar dua centi. Lidah pria botak itu masuk semakin dalam menjelajahi vagina gadis itu. Sementara Imron meremasi payudara kirinya sambil menyedoti yang kiri, tangannya yang kekar itu tetap menopang tubuh gadis itu.
“Ohhh…aakhh…pelan-pelan Pak jangan kasar !” erangnya ketika Imron menggigiti putingnya dengan gemas.
Selain dengan lidah, Abdul juga memain-mainkan jarinya di vagina Devi. Kombinasi antara lidah dan jari itu sungguh membuat gadis itu berkelejotan tak karuan. Baru kali ini dia merasakan hubungan seks yang begitu dahsyat yang belum pernah dia rasakan sebelumnya. Kedua pria ini begitu bernafsu seolah hendak menelan dirinya, lain dengan bekas pacarnya yang memperlakukannya dengan lembut.
Tak lama kemudian Abdul menyudahi aksinya menjilati vagina Devi, kaki Devi diturunkannya dan dia mempersiapkan penisnya hendak menusuk vagina gadis itu.
“Gua dulu yah Dul, udah ga tahan dari tadi nih !” sahut Imron sambil membalikkan tubuh Devi menghadap ke arahnya.
Meskipun agak protes, tapi akhirnya Abdul mengalah juga karena Imron yang menciptakan kesempatan ini hingga dia bisa ikut serta. Imron mendekap tubuh Devi sambil tangan satunya mengarahkan penisnya ke vagina gadis itu.
“Oohh…!!” desah Devi saat kepala penis pria itu mulai melesak ke dalam vaginanya di bawah air sana, “pelan-pelan Pak !”
Imron menghentak pinggulnya pelan sehingga penis itu makin terdorong masuk diiringi erangan gadis itu. Kemudian sekali lagi dihentakkan dengan lebih bertenaga sehingga Devi pun mendesah lebih panjang dengan tubuh mengejang. Penis itu kini telah menancap pada vaginanya. Tubuh keduanya telah bersatu dalam posisi berdiri di air.
“Legit Ron ?” tanya si Abdul penasaran.
“Lumayan, masih enak biar udah jebol” jawab Imron.
Sebentar saja Imron sudah menggenjot tubuh Devi dengan posisi berdiri memegangi kedua kakinya, kalau di darat gaya seperti ini cukup menguras tenaga karena menopang berat badan si wanita, tapi di air tidak begitu melelahkan.
Imron memulainya dengan gerakan lambat agar Devi terbiasa dan menikmatinya. Lama-lama Devi yang lebih aktif menggerakkan tubuhnya, dengan kedua tangan melingkar pada leher Imron, dia menggenjot-genjotkan tubuhnya seolah ingin penis itu menancap lebih dalam. Air di sekitar mereka semakin beriak akibat goyangan tubuhnya yang semakin liar. Abdul mendekati mendekatinya dari samping kiri, pria itu melepaskan lengan kiri Devi dari leher Imron dan meletakkannya di lehernya untuk bertumpu. Tubuh gadis itu dia condongkan sedikit ke arahnya sehingga dapat mengenyoti payudaranya. Lidah penjaga kolam itu menari-nari menggelitik puting Devi yang sudah mengeras sejak tadi. Tangan Abdul di bawah air sana aktif bekerja mengelusi paha dan pantatnya. Devi tidak berdaya menghadapi serbuan kedua pria ini, terlebih ini threesome pertamanya, mulutnya mendesah sejadi-jadinya. Hal ini membuat Imron semakin bernafsu, frekuensi genjotannya makin meningkat beradu dengan goyangan tubuh gadis itu. Ketika hentakan mereka yang berlawanan arah itu bertumbukkan itulah kenikmatan terbesar yang didapat. Devi merasakan vaginanya penuh sesak hingga menyentuh G-spotnya sedangkan Imron merasa penisnya diremas-remas oleh dinding vagina Devi yang bergerinjal-gerinjal.
Devi merasakan gelombang orgasme mulai datang lagi. Rasa nikmat dari bawah menjalar ke seluruh tubuh menyebabkan tubuhnya mengejang. Devi melepaskan perasaan itu dengan erangan panjang. Melihat korbannya telah orgasme, kedua pria itu semakin mempergencar serangannya. Abdul makin gemas mengenyot payudaranya sampai meninggalkan bekas-bekas cupangan pada kulit payudaranya yang putih. Imron semakin cepat menghujam-hujamkan penisnya hingga dia sendiri klimaks.
“Aarrggh…nngghhh…enak tenan !” erang Imron sambil menekan dalam-dalam penisnya yang menyemburkan orgasme dalam liang vagina Devi.
Setelah orgasmenya reda, Imron melepaskan tubuh Devi, di bawah sana nampak spermanya yang kental melayang-layang di air. Abdul memeluk tubuh Devi yang lemas, nafasnya naik-turun sehingga buah dadanya juga ikut bergerak seirama nafasnya. Belum lagi tenaganya pulih, Devi sudah merasakan benda tumpul menyentuh bibir vaginanya dari belakang.
“Nanti Pak, saya masih capek…oohh…nanti !” rintih Devi sambil meronta.
Abdul yang nafsunya sudah di ubun-ubun sepertinya tidak peduli kondisi Devi, dia terus memaksa Devi untuk melayaninya saat itu juga.
“Heh…diem, lu harus muasin gua sekarang juga, salah sendiri punya body bahenol jadi bikin saya konak !” bentaknya.
Karena tidak cukup kuat untuk melawan, Devi akhirnya memilih pasrah saja menuruti nafsu setan pria itu.
Abdul berhasil melakukan penetrasi pada vagina Devi, tubuh mereka kini bersatu dalam posisi 99 atau berdiri memunggungi pasangan. Gaya permainan Abdul lebih primitif daripada Imron, baru saja penisnya berhasil masuk dia sudah memompa gadis itu dengan sangat brutal, bisa dimaklumi sebab dia jarang menikmati dara secantik ini, baginya Devi adalah mahasiswi kedua yang dia nikmati setelah tiga hari sebelumnya menikmati Joane yang ditawarkan Imron padanya sebagai imbalan untuk bekerjasama menjebak Devi sekarang ini. Penis Abdul yang sudah ereksi maksimal menghujami vagina gadis itu tanpa ampun sementara kedua tangannya menggerayangi dan meremasi kedua payudaranya. Abdul juga terus mencumbui bagian tubuh Devi yang terjangkau oleh mulutnya.Devi perlahan-lahan mulai membiasakan diri dengan permainannya yang kasar dan menikmatinya. Imron menghampiri mereka dan menghimpit tubuhnya dari depan, penis pria itu sudah berdiri lagi. Dia menjulurkan lidahnya menjilati pipi mulus Devi dengan satu sapuan.
“Gimana rasanya Non ? enak nggak ngentot sama kita-kita ?” tanya Imron sambil memegang payudara kirinya.
“Enakhh…enak…ahh…ahh !” jawab Devi di sela erangan nikmatnya.
“Non punya pacar ?” tanyanya lagi.
“Ngga…aahhh…lagi ngga !”
“Ngga punya pacar kok udah nggak perawan, siapa yang merawanin hah ?”
“Aahh…pacar pertama…ooohh !” jawab Devi sambil menjerit karena saat itu Abdul memberikan sentakan kasarnya.
“Pertama ? emang udah berapa kali pacaran lu ?” Abdul bertanya dari belakang.
“Tiga…tiga…eenggh…kali !”
“Wah-wah, terus tiga-tiganya udah pernah ngentot sama Non ?” tanya Imron
“Iyah, iya ahh…aahh…ughh !”
“Dasar, ternyata artis sama perek ga ada bedanya yah, cuma beda status doang” sahut Abdul mengejeknya.
“Berarti kita ngentot sama Non juga boleh-boleh aja dong, kan Non udah biasa dientot, kalau saya minta lagi besok-besok Non mau kan ?” tanya Imron lagi yang diiyakan Devi sambil terus mendesah.
“Jadi mulai sekarang Non ini budak seks saya, perek saya, ngerti ?” Imron sepertinya tak puas hanya menelanjangi tubuh Devi, ia masih ingin menelanjangi harga diri sang calon bintang itu.
“Iyah Pak…saya…ahh…ahh…perek Bapak !” Devi yang sudah tidak bisa berpikir jernih lagi menerima begitu saja dirinya direndahkan demikian rupa.
Selama duapuluh menitan Abdul menyetubuhi Devi dalam posisi demikian hingga akhirnya mencapai orgasme hampir berbarengan dengan gadis itu. Tubuh keduanya menggelinjang dan mulut mereka mengeluarkan erangan orgasme yang nikmat. Devi merasa seluruh tubuhnya lemas sekali, dia hanya bisa bersandar pada tubuh Abdul yang masih mendekapnya dan penisnya masih tertancap di vaginanya.
“Huihh…asoy banget kan Non ? enak nggak ?” tanya Abdul meresapi sisa-sisa orgasmenya sambil memilin-milin puting susu Devi.
Devi hanya mengangguk lemah, baru pertama kalinya dia merasakan disetubuhi habis-habisan sampai luluh lantak seperti ini, tidak bisa disangkal dia merasakan kepuasan total bersetubuh dengan orang-orang kasar seperti mereka. Merekapun membawa tubuh Devi ke daerah dangkal untuk duduk selonjoran beristirahat disana. Imron naik ke darat dan mengambil botol aqua milik Devi dan meminumnya, lalu dia kembali turun ke air mendekati Devi yang sedang didekap si penjaga kolam itu.
“Nih Non minum dulu, biar seger, udah gitu kita bisa main lagi !” tawarnya menyodorkan botol aqua itu.
Devi langsung meraih botol yang isinya tinggal setengah kurang dan meminumnya sampai habis. Air itu sangat membantu menghilangkan dahaga pada tenggorokannya yang terasa kering karena terus mengerang sejak tadi, air itu juga mengembalikan sedikit kekuatannya.
Di areal kolam renang indoor itu sepi, hanya ada ada cahaya lampu dan sinar bulan keperakan yang memancar dari atas kubah kaca dan jatuh di air kolam itu. Suara desiran air dan dengusan nafas mereka terdengar karena sepinya.
“Hehehe…seumur-umur gua ga pernah ngebayangin bisa ngentot sama artis, akhirnya kesampean juga” kata Abdul dengan senyum puas di wajahnya.
“Non tenang aja, kita kalau di depan umum ga bakal nyolot ke Non, Non boleh kuliah seperti biasa, punya pacar juga boleh, tapi kalau saya panggil Non harus nurut dan jangan pernah ngomong tentang ini ke siapa-siapa, kecuali kalau Non mau nanggung malu seumur hidup !” Imron berkata dengan kalem namun mengancam.
Devi diam saja tidak bersuara apapun, matanya menatap ke arah Imron dengan tajam. Ia tidak tahu apakah harus marah karena dijebak seperti ini ataukah harus berterimakasih karena pria ini telah memenuhi hasrat liarnya. Dia menurut saja ketika mereka mengajaknya bermain penetrasi ganda, dalam hatinya sudah lama ingin merasakan cara ini, namun ragu-ragu untuk mencobanya. Abdul kini duduk selonjoran sambil bersandar di tembok kolam dan Devi menurunkan tubuhnya hingga penis pria itu masuk ke vaginanya.
“Pelan-pelan yah Pak, saya belum pernah main disitu” pesannya ketika Imron hendak memasukkan penisnya ke pantatnya.
“Tahan dikit Non, ntar kesananya dijamin uenak kok” kata Imron.
Centi demi centi penis Imron yang hitam berurat itu memasuki anus Devi. Gadis itu mengerang menahan sakit karena anusnya yang masih perawan itu dijejali penis yang demikian besar. Wajahnya meringis sambil tangannya mencengkram kuat lengan Abdul. Si penjaga kolam yang melihat reaksi wanita itu sedang asyik menyusu dari payudaranya sambil menunggu semuanya siap dan bergoyang. Setelah kedua penis itu menusuk kedua lubangnya, mulailah kedua pria itu menggenjot tubuh Devi secara berbarengan. Penis mereka keluar masuk dengan cepat di vagina dan pantatnya. Devi sendiri tampaknya mulai menikmatinya dan gerakannya semakin liar mengimbangi kedua pejantannya. Suara erangan nikmat dan kecipak air bercampur baur di ruangan itu. Bulan di langit yang mengintip melalui kubah kaca menjadi saksi bisu atas tindakan asusila kedua pria bejat itu terhadap gadis model ini. Tangan-tangan kasar mereka tidak pernah absen menjamah tubuh gadis itu selama menggarapnya. Abdul menyusupkan wajahnya ke ketiak Devi yang mulus tanpa bulu. Dicumi dan dijilatinya ketiak itu dengan penuh nafsu inci demi inci tanpa ada yang terlewat. Devi hanya bisa mengerang-ngerang dengan mata membeliak-beliak, sesekali dia menggigit bibir, matanya sampai berair karena menahan rasa nyeri yang mendera kedua liang senggamanya, rasa nyeri yang bercampur dengan kenikmatan.
Setelah setengah jam berpacu dalam posisi demikian dengan irama cepat dicampur irama lambat, tubuh Devi mengejang, mulutnya membuka lebar dan menjerit kuat-kuat melepaskan rasa nikmat yang sudah memuncak. Setengah menit kemudian Imron menekan dalam-dalam penisnya pada pantat Devi dan melenguh panjang, spermanya menyembur dalam lubang pantatnya. Keduanya mengalami orgasme yang cukup panjang, genjotan Imron mulai berhenti dan akhirnya dia mencabut penisnya dari pantat gadis itu, dirasakan penisnya panas sekali akibat sempitnya liang itu sehingga Imron menciduk air kolam untuk membasuh penisnya agar lebih adem. Abdul yang juga segera akan orgasme melepas genjotannya dan bangkit berdiri.
“Buka mulutnya Non, saya pengen ngecrot di mulutnya Non sih !” perintahnya sambil menjenggut rambut gadis itu.
Devi pasrah saja membiarkan penis itu memasuki mulutnya dan bergerak maju-mundur seolah menyetubuhinya. Hal itu tidak berlangsung lama, tidak sampai tiga menit pria botak itu akhirnya ejakulasi dan menumpahkan isi penisnya di mulut gadis itu. Dengan sisa-sisa tenaganya Devi berusaha menyedot dan menelan sperma itu agar aromanya yang tajam itu tidak terlalu lama menyiksa. Cairan kental itu meleleh sebagian di pinggir bibir tipisnya. Penis pria itu berangsur-angsur menyusut dalam mulut gadis itu dan semprotannya semakin lemah. Abdul pun akhirnya menjatuhkan diri di kolam dangkal itu dengan nafas ngos-ngosan. Puas sekali dia akhirnya bisa menyetubuhi model cantik itu.
Keesokan harinya di kampus Joane dua kali menghindar saat melihat Devi, yang pertama saat menunggu lift dan yang kedua saat di kantin, Joane langung berpamitan pada teman-temannya yang makan bareng dengan alasan ada urusan penting, padahal makannya belum habis. Jam tiga sore setelah kuliah terakhir, dia tidak bisa menghindar lagi. Ketika itu dia baru keluar dari toilet dan bertemu dengan Devi yang memang sudah tahu dia disana dan sengaja menunggunya. Joane terdiam seribu bahasa dan kepalanya menunduk tidak berani menatap wajah temannya itu.
“Tunggu, gua mau bicara” kata Devi memegangi lengan Joane saat gadis itu hendak berlalu darinya, “Kenapa Jo…kenapa lu lakukan itu ?” tanya Devi dengan suara bergetar memegangi kedua lengan Joane.
Joane tetap menunduk, matanya mengucurkan air mata, dia terisak lalu jatuh berlutut di depan temannya itu.
“Maafin gua Vi, gua juga ga bisa apa-apa” isaknya “gua dipaksa”
Joane menceritakan dengan detil bagaimana dia sampai menjadi budak seks si penjaga kampus laknat itu dan bagaimana dilemanya disuruh menjadi alat untuk menjebaknya kemarin.
“Gua siap mau lu apain juga Vi, mau tamper, pukul, atau dibunuh pun gua udah siap, ini emang salah gua” suara Joane makin bergetar dan tersedu-sedu.
Devi juga ikut berlutut di depan temannya, dia tidak bisa berkata-kata selain memeluk Joane, dibelainya rambut temannya itu, diapun ikut meneteskan air mata.
“Jo, lu tau, bagaimanapun kita ini tetap teman, ini bukan salah lu tapi bajingan itu” kata Devi sambil terisak, “kalau kita rusak biarlah kita sama-sama rusak”. Mereka saling berpelukan dan bertangisan. Keduanya tetap bersahabat dan makin dekat karena senasib sepenanggungan sebagai budak seks Imron.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar